Hi everyone!
Hari ini sudah bukan Nyepi lagi, jadinya tadi mulai jam 6 pagi semua kesunyian itu berhenti dan digantikan dengan keriuhan warga yang seharian kemarin berdiam diri di dalam rumah.
Hari ini gw bakalan check-out dari hotel, balik ke rumah, beresin koper dan sorenya gw ke bandara. Rencananya, gw dan beberapa orang teman bakalan jalan-jalan ke Singapore, gak lama sih cuma 4 hari aja dan jadwalnya lumayan padat. Nanti kalau udah balik, gw akan tulis ceritanya di sini.
Mumpung gw masih punya waktu 1 jam sebelum keluar dari hotel, gw ingin membahas tentang satu topik yang sering gw pikirin. Tentang freedom of speech, alias kebebasan berbicara. Gw merasa bahwa kebebasan berbicara mulai banyak digunakan untuk kepentingan yang salah. Setau gw, kebebasan berbicara adalah kebebasan mengungkapkan ide/pikiran/aspirasi untuk tercapainya suatu tujuan yang membawa perubahan. Nah, yang gw liat, sekarang ini kebebasan berbicara dan berekspresi digunakan untuk menjatuhkan seseorang, untuk menjelek-jelekan pihak tertentu, dan lebih gawatnya lagi, untuk menjaga gengsi sambil dibarengi dengan sikap merasa superior secara semena-mena. Misalnya begini, gw tahu ada satu kasus di mana di sebuah jalan raya, ada satu pengendara mobil yang menyalip mobil lainnya. Mobil yang disalip ini gak terima, lalu dia berusaha menyalip mobil pertama sambil bunyiin klakson non-stop dan berusaha untuk mepet-mepetin mobil yang nyalip dia tadi. Kejadian ini berlangsung kurang lebih 10 menit dan mobil pertama masih belum bisa disalip. Mulai emosi lah si mobil kedua, akhirnya dia foto mobil yang nyalip dia itu beserta dengan plat nomornya. Tidak berhenti sampai disitu, si orang yang terbakar emosi dan merasa harga dirinya diinjak-injak itu langsung mengunggah foto tadi ke medsos nya dan dikomentari oleh banyak orang di lingkaran pertemanannya. Seringkali komentarnya mengerikan sampai ada kata-kata kebun binatangnya, kata-kata kasar yang tidak pantas disebutkan di sini. Tidak hanya berkomentar, beberapa orang lalu mulai menyebarkannya ke medsos mereka masing-masing dan dibaca oleh orang yang jumlahnya tidak bisa diketahui banyaknya. Begitu seterusnya..
Padahal, belum tentu kejadiannya seperti apa yang diceritakan. Berita yang tersebar belum tentu akurat, tetapi sudah pasti karakter yang diceritakan menderita kerugian, meski bukan berupa uang. Ini sudah bisa dikategorikan sebagai pembunuhan karakter. Orang yang belum tentu bersalah itu, sudah dihakimi oleh sekian banyak orang yang bahkan tidak dia kenal (atau maupun mengenal dia) hanya karena sebuah berita yang sudah terlanjur tersebar tanpa ada jaminan akan kebenarannya. Hal seperti ini sering sekali terjadi beberapa tahun belakangan. This is so wrong! It has to stop.
Kadang, gw sendiri suka kesal sama sesuatu atau seseorang dan seringkali ingin mengungkapkan ke media sosial yang gw punya. Biasanya gw akan mikir dua kali dan berusaha untuk gak terpancing emosi. Tapi kalau pun gw gak bisa kontrol diri untuk gak nulis status yang negatif kayak begini, biasanya gw akan tulis tanpa nama alias no mention. Kesannya kayak pengecut ya? Tapi mungkin lebih baik dianggap kayak pengecut dibandingkan nulis nama orang/menggiring opini orang lain ke orang tertentu yang belum tentu bisa gw pertanggungjawabkan keabsahannya. Bisa aja kan, emosi gw yang menggiring pikiran gw untuk berasumsi tentang orang tersebut. Belum tentu orang tersebut seperti apa yang emosi dan pikiran gw gambarkan. So, gak sepantasnya emosi gw menggiring opini orang lain untuk menghakimi seseorang yang bisa aja ternyata tidak sama sekali seperti apa yang gw pikirkan. Kalau terjadi seperti ini, berarti gw sudah menjadi orang yang jahat.
Jadi, marilah kita menjadi pembaca berita dan penyebar berita yang bijaksana. Jangan telan mentah-mentah apa yang ada di depan mata. Jangan gara-gara satu tombol share, rusak persahabatan dan persatuan nusa dan bangsa.
😗
sherine